CERPEN: Si Gagap yang Hidup dengan Air Mata Ibunya


Sudah Pukul 07.00 Wita Ia masih saja terbaring malas di atas kasurnya yang lusuh, matanya masih bengkak terselip tahi mata yang mengering…Ya Allah gumamnya. 

Dari dalam kamarnya yang berukuran 3 x 3 meter terdengar hentakan sendal lalu lalang dan ada juga bunyi kaki tanpa sendal. Para mahasiswa itu berlomba bergantian mengantri tunggu giliran masuk ke kamar mandi. Rupanya sudah menjadi rutinitas pagi para penghuni Asrama, semua penghuni adalah mahasiswa, lebih tepatnya mahasiswa rantau yang datang mencari dan berburu selembar ijazah yang bertuliskan sarjana. 

Si gagap masih saja lemas enggan beranjak. Terpesona dengan khayalannya. Sejurus Ia teringat Ibunya yang sakit-sakitan, teringat pesan-pesan ibunya, teringat janji yang Ia lontarkan kepada ibunya. Tiba-Tiba saja Ia menggerutu. 

“Saya tidak mampu, Ma” 

Ia mengambil ujung sarungnya yang entah kapan terakhir dicuci. Ia berusaha mengeringkan matanya yang basah. 

Ia tidak mampu menahan genangannya, bantalnya dibuatnya basah seketika. 

Lalu Ia duduk ditepi ranjang yang tinggi kakinya hanya sejengkal. Diambilnya lagi sarung lalu diusapkannya ke seluruh mukanya. 

Sambil tertunduk mukanya menghadap ke lantai kamar, dengan hatinya Ia berbicara. 

“Saya dilema..Ma, saya ingin berhenti saja”. 

Ia Ingin menyudahi statusnya sebagai seorang mahasiswa. 

Hati dan pikirannya bertengkar alot, pikirannya berkata apa jadinya kamu jika tidak punya bukti pendidikan, lalu hatinya berkata memang benar tapi apa mungkin kita bisa bertahan dengan kondisi seperti ini. Makan saja susah. 

Bagaimana tidak Ia harus berbohong kepada dosen dan teman-temannya, saat ditanya. 

“Tugasmu mana?” 

Ia tidak mampu berkata yang sebenarnya bahwa jangankan mencari materi tugas di internet, untuk mengisi perutnya yang telah berhari-hari kosong, Ia harus bertengkar dengan rasa malunya sendiri. 

Ia memberanikan diri masuk ke perguruan tinggi dengan kondisi ekonomi keluarga yang carut marut, kadang ada kadang tidak ada. Ia enggan mengadu ke Ibunya karena kondisi ibunya yang sakit stroke, tensi darah harus stabil. 

Kondisi inilah yang membuat si gagap dilema. 

Masih dalam khalayannya yang seimbang, dari luar terdengar ketukan pintu. 

“Assalamu ‘alaikum“ 

Sejurus Ia bergegas bangun membersihkan mukanya yang basah. 

Lalu Ia membuka pintu. 

Eh, Sofyan. Ada apa? 

Sofyan menjawab, kamu tidak masuk kampus? 

Ia menjawab tidak, lagi malas. Ada apa bro pagi-pagi begini? 

Sofyan: Kemarin bapak Kos titip pesan sama saya, katanya kamar A8 belum bayar sewa kamarnya. 

Oh, iya ya. Baik Bro saya janji minggu ini saya langsung ke bapak kos deh. 

Sofyan: Oke kalau gitu. Aku berangkat dulu, ada mata kuliah pagi soalnya. 

“Ok…OK…hadija (hati-hati diajalan) bro”. 

Ia kembali menutup pintunya setelah Sofyan pamit. 

Kali ini berbicara sendiri dengan suara halus kepada tembok yang penuh soretan spidol, kepada lemari plastiknya yang sudah berkali-kali dijahit, kepada asbaknya yang masih bersih tanpa abu dan kepada tumpukan pakaiannya yang tergatung rapi dibelakang pintu kamarnya. 

“Lalu saya harus bagaimana Ya…Allah?” 

Lagi-lagi matanya berair. 

Ia tak ingin terdengar seperti orang gila, tiba-tiba tangannya ia masukan di bawah kasur ranjangnya. 

Ia mengambil sebuah berbentuk agenda lengkap dengan pulpennya. 

Ternyata itu adalah buku isi hati dan pikirannya. 

Ia mulai menulis puisi, Ia beri judul “Aku & Air Mata Ibuku”. 

Belum sebait ia menulisnya, tangannya mulai gemetaran, perut mulai bunyi. 

Ternyata ia belum makan dari kemarin. Saat genting-genting seperti itu selalu saja ada ide yang terlintas dipikirannya. 

Ia mulai keluar kamar, asrama sudah sepi, jam menunjukan pukul 9.30 Wita. Namun masih ada beberapa kamar yang masih terbuka. 


SALAM PEDIA

0 Response to "CERPEN: Si Gagap yang Hidup dengan Air Mata Ibunya"

Post a Comment